seseorang dibalik kerudung ungu

Foto saya
aku adalah aku sampai tiba waktuku tak ada seorangpun kan tahu........

Kamis, 18 Juli 2013

Chingu sarang


malam semakin larut, “waltz in sorrow” terngiang jelas dari earphone mengiringi langkah tak jelas kita dan aku masih saja mengamati punggungmu…seperti selalu, berjalan dibelakangmu melewati jalanan penuh genangan air berwarna keperakan karna pantulan lampu jalan, berusaha membaca isi pikiranmu dari balik punggungmu, kadang kupikir seharusnya aku berlari memelukmu, mungkin bisa menjawab segalanya……
kita menyusuri jembatan di pinggir laut, kau tak pernah menggenggam tanganku, entah apa yang kita cari, entah apa yang kau pikirkan… mungkin jawaban akan perasaan kita masing-masing, aneh, Kita bukanlah sepasang kekasih, tapi kita tak juga terpisah, entah bodoh atau tak peka, aku tak pernah menyadarinya,  yang selalu kuingat darimu, hanyalah…kau selalu tersenyum menungguku di depan kelas saat kita masih berseragam abu-abu. Dan kini… setelah terpisah bertahun lamanya, kau masih memiliki senyum yang sama, waktu tak berarti bagi kita, entah kehidupan seperti apa yang telah kau jalani, entah pula kepedihan apa yang telah kualami, sekalipun seluruh isi dunia berubah, kita adalah pengecualian… sesaat kupikir seorang malaikat sedang berdiri dihadapanku, dikirimkan Tuhan sebagai penghibur bagiku… bagaimana mungkin aku sanggup meninggalkanmu sekalipun suatu saat nanti menghilang dari hidupmu mungkin akan menjadi keharusan?
Kala itu, gelapnya malam tak menghalangi kita menghirup aroma laut, kau tampak seperti seorang kekasih impian yang keluar dari lembaran komik yang sering kubaca saat remaja, entah berapa kali harus kutepis pikiran-pikiran bahwa kau terlalu sempurna untuk kumiliki…ini tak mungkin, aku tak seberuntung itu. Kau mulai menceritakan impian-impianmu, kusimak kata demi kata, berharap aku ada didalamnya, ini pikiran paling liar… karna untuk pertama kalinya, aku melihatmu sebagai seorang laki-laki, kau bukanlah seorang remaja belasan tahun yang selalu menemaniku jalan kaki sepulang sekolah, menungguku mengikat tali sepatu, membagi rotinya untukku, membuatkan PR untukku, bukan pula seseorang yang menangis di ruang UKS yang kuhapus airmatanya, bukan lagi, kau tumbuh dengan baik, menjadi pemuda tampan dengan senyuman hangat dan perangai bak malaikat, tak seperti aku yang tak sepolos dulu… yang kadang tak punya hati. Terlampau naif jika aku mulai menginginkanmu.
Dimanapun kau berada, kadang kau kirimkan gambar laut, langit, gunung… padaku, seakan kau ingin aku merasakan aroma ditempatmu berada. Kupikir… kau menempatkanku diposisi yang sulit, bagaimana jika nanti… aku tak rela melepasmu? Bagaimana jika nanti... aku tak sanggup hadir di upacara pernikahanmu? Bagaimana jika nanti kita terlampau terlambat? harusnya kau jangan terlalu baik padaku, Aku kehilangan kemampuan memilah-milah cinta dan persahabatan, tak mampu lagi menjabarkan defenisi cinta… apa itu? Pertanyaan yang paling sulit kujawab, adalah suara hati sendiri. Yang kutahu, aku terlalu terbiasa bersamamu. Yang kutahu, kau selalu ada. yang kutahu, kaulah, sahabat… yang paling kucinta.  


Haruskah aku menyerah atas nama persahabatan?

Entri Populer